Surabaya - Awalnya, Gelora Bung Karno (GBK) menjadi lokasi yang direncanakan untuk aksi massa buruh atau pekerja, demi menghormati persiapan pertandingan antara Timnas Indonesia melawan China. May Day, atau Hari Buruh Internasional 2025 pada 1 Mei digelar di Monumen Nasional (Monas) Jakarta Pusat. Perayaan ini juga di selenggarakan di sejumlah wilayah di Indonesia. Sejarah terulang kembali, seorang Presiden hadir langsung bersama buruh atau pekerja dalam rangka Hari Buruh Internasional atau May Day.
Pertama melakukan adalah Presiden Bung Karno atau Ir Soekarno. Hari Buruh Internasional tahun ini, Presiden menyatakan dukungannya terhadap usulan agar Marsinah mendapatkan gelar Pahlawan Nasional asalkan mendapat kesepakatan luas dari organisasi buruh atau serikat pekerja. Lantas, siapa Marsinah dan mengapa selalu menjadi simbol perjuangan dari kaum buruh ? Marsinah adalah buruh atau pekerja wanita yang dibungkam, disiksa dan dihilangkan nyawanya saat bekerja di PT Catur Putra Surya (CPS), Sidoarjo, Jawa Timur.
Tidak sekadar seremoni, Hari Buruh Internasional menjadi momentum menyoroti isu krusial yang menyangkut masa depan buruh atau pekerja antara lain tentang Cabut Omni Bus Law, Hapus Outsourcing, Antisipasi /Cegah PHK Massal membentuk Satgas PHK, Wujudkan Upah yang Layak, Sahkan RUU Ketenagakerjaan Yang Baru, Sahkan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT), dan Pemberantasan Korupsi dengan di Sahkan RUU Perampasan Aset.
Selain itu hapus status kerja Sistem Kemitraan karena Sistem Kemitraan sama dengan Sistem Perbudakan. Buruh atau pekerja hanya dituntut kerja dengan sederet sanksi, tanpa mendapatkan hak dasar sesuai Undang-Undang Ketenagakerjaan, seperti pekerja tidak diberikan hari libur untuk istirahat, tidak ada perlindungan jaminan sosial seperti BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan, Upah Jauh dibawah UMP/UMK, THR nol rupiah, dan masih banyak lagi aturan yang merugikan buruh atau pekerja. Hak normatif yang diwajibkan oleh Undang-Undang Ketenagakerjaan untuk dipenuhi kepada pekerja, tetapi tidak diberikan. May Day 2025 momentum buruh agar suara buruh atau pekerja di dengar, bukan diakomodir secara simbolik.
Para buruh atau kaum pekerja di seluruh dunia merayakan Hari Buruh Internasional setiap tanggal 1 Mei, hari penting kerap dijadikan sebagai hari libur nasional di sejumlah negara dunia, termasuk Indonesia. Peringatan Hari Buruh Internasional atau May Day dedikasikan bagi buruh atau pekerja sebagai tanda perjuangan buruh mendapatkan hak dasar.
Hari Buruh Internasional ditetapkan pada Kongres Buruh Internasional ke-2 pada tahun 1889 di Paris untuk menghormati perjuangan dan pengorbanan para buruh. Menyikapi kebijakan upah yang layak masih sebatas upah minimum baik itu ditingkat Provinsi, Kabupaten, dan Kota. Kita ketahui bersama bahwa buruh atau pekerja adalah elemen terbesar yang ikut membangun dan memajukan bangsa dan negara, atas dasar itu serikat buruh atau pekerja menganggap May Day tahun 2025 momen yang tepat untuk kaum buruh mulai fokus menuntut upah layak, bukan upah minimum.
Upah minimum 2025 naik 6,5%. Mengapa kenaikan itu dianggap tidak ada artinya ? Sebab angka tersebut tidak sebanding dengan kenaikan-kenaikan harga kebutuhan pokok yang selalu terjadi. Kebijakan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12%, kenaikan iuran BPJS kesehatan, perubahan subsidi KRL berbasis NIK, pembatasan subsidi BBM, dan iuran Tapera. Kalaupun pemerintah tidak bisa memenuhi kesejahteraan buruh, setidaknya jangan menaikkan pajak dan hal-hal yang memberatkan lainnya. Kenaikan upah idealnya diatas 10% sehingga dapat memenuhi standar kebutuhan hidup buruh beserta keluarganya. Tidak semua buruh lajang, ada yang sudah berkeluarga dan memiliki anak.
Para buruh yang mempunyai anak harus menyisihkan upah. Pengeluaran untuk biaya yang tidak diprediksi kerap kali tidak diperhitungkan oleh pemerintah ketika mengkalkulasi soal pengupahan padahal itu termasuk kebutuhan dasar. Kenaikan upah minimum 6,5% tidak ada artinya kalau pemerintah tetap membebani kelas pekerja dengan berbagai kebijakan. Harusnya pemerintah hadir dengan menjaga harga-harga kebutuhan pokok dan menunda pajak-pajak.
Apakah PP 51/2023 masih berlaku setelah Mahkamah Konstitusi mengeluarkan putusan uji materi UU Cipta Kerja terkait Ketenagakerjaan ? Apabila pemerintah merujuk pada PP 78/2015 tentang pengupahan, maka kenaikan upah minimum 2025 seharusnya 6,79%. Keputusan upah naik 6,5% ini sepertinya lebih kepada pertimbangan politik, bukan pertimbangan berdasarkan formulasi yang rasional. Fungsi upah minimum tidak sebatas memberikan perlindungan bagi para pekerja, namun menjadi stimulus perekonomian.
Kebijakan pengupahan yang selama ini diterapkan, seringkali hanya memakai kacamata pengusaha yang menganggap bahwa upah murah akan menciptakan lebih banyak lapangan pekerjaan dan menarik investasi baru. Padahal dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir, upah murah terbukti tidak dapat mendongkrak kenaikan serapan tenaga kerja. Pengusaha sudah banyak dapat stimulus dari pemerintah, termasuk PPh dari 22% ke 20%. Plus tax amnesty. Indonesia bahkan, tidak lagi menjadi negara tujuan investasi.
Hari Buruh Internasional sejatinya harus tetap di rayakan sebagai bentuk refleksi bahwa tahun demi tahun, buruh atau pekerja selalu di rugikan oleh sebuah sistem. Buruh atau pekerja hanya menjadi sebuah alat bagi para kaum pemodal untuk dimanfaatkan demi mencapai keuntungan yang lebih besar bagi para pemilik modal. Kebebasan dan pemberian hak-hak buruh atau pekerja yang selalu di janjikan hanya sebagai utopia saja bagi kaum buruh. Negara melalui pemerintah harus action untuk memenuhi hak-hak buruh yang tidak diberikan dengan semestinya oleh para Kapitalis. Namun faktanya, sistem, aturan, ataupun Undang-Undang yang dibuat Negara tidak bisa dengan tegas melawan Sistem Kapitalisme.
Banyak aturan, sistem dan Undang-Undang yang dibuat oleh Penyelenggara Negara malah merugikan kaum buruh atau pekerja itu sendiri. Contohnya seperti RUU Cipta Kerja, dengan jelas dan tegas mendapat penolakan dari kaum buruh. Buruh atau pekerja merasa sangat dirugikan terkait RUU Cipta Kerja. Hal ini menjadi salah satu misal bahwa Negara tidak bisa hadir untuk memenuhi hak-hak kaum buruh.
Pemodal bukan hanya memanfaatkan tenaga kaum buruh, tetapi kebebasan kaum buruh sebagai seorang manusia juga dimanfaatkan oleh kaum pemodal. Kaum buruh kehilangan kesadaran dan kebebasannya sebagai seorang manusia dikarenakan adanya monopoli oleh kaum pemodal melalui sebuah sistem kapitalis. Kaum buruh yang sejatinya juga seorang manusia hanya di manfaatkan tenaganya, dan kebebasannya hanya untuk dijadikan sebagai produk ekonomi semata. Penyelenggara Negara harus bisa menjamin hak-hak kaum buruh atau pekerja dan negara harus hadir untuk memperjuangkan nasib kaum buruh agar tidak selalu menjadi yang dirugikan dalam sebuah sistem ekonomi. Selain itu, negara juga harus membuat sebuah aturan ataupun Undang-Undang yang memihak kepada kaum buruh atau pekerja. "SELAMAT HARI BURUH INTERNASIONAL"
Kontributor : Eko Gagak
dibaca
0 Komentar