Surabaya - Keberadaan oknum wartawan Bodrex (bondo sredex) dan Abal-abal disinyalir bukannya berkurang, namun semakin menjamur. Mereka bergentayangan hampir di semua instansi, baik itu pemerintahan, badan usaha milik negara (BUMN), dan perusahaan swasta. Maka rusaklah nama korps wartawan, rusak pula nama media dan belum lagi kasus lain dengan modus operandi mencari-cari kesalahan instansi, yang bersifat kelembagaan atau individu, ujung-ujungnya minta bantuan untuk biaya cetak koran, alias"Takedown."
Fenomena yang tergambar tersebut tak ubahnya, "Jeruk Makan Jeruk". Kalau merasa diri juga maling, bagusnya diam saja, dan segera melakukan introspeksi, perbaikan diri secara menyeluruh agar benar-benar terbebas dari jeratan kemunafikan.
"Jeruk Makan Jeruk" tak ubahnya "Bagai Musuh Dalam Selimut" artinya, orang terdekat di kalangan seprofesi misalnya, diam-diam berkhianat, atau suka makan "Bangkai Kawan Sendiri" meski ada dihadapan kita. Peribahasa yang menggambarkan situasi kerap terjadi dalam kehidupan masyarakat. Musuh atau lawan bisa saja merupakan orang terdekat seperti keluarga atau sahabat dan organisasi. Banyak faktor yang membuat orang terdekat berkhianat, salah satunya adalah karena iri atau dengki, dan egois bahkan niat jahat atau dendam datang dari arah mana saja.
Sungguh ironi, hanya bermodalkan ID Card, "Wartawan Bodrex", merasa bangga menjadi jurnalis. Di dalam pendirian lembaga kejurnalistikan memerlukan persyaratan, yang wajib dipenuhi berdasarkan Undang-Undang Pers dan Peraturan Dewan Pers terkait Lembaga Pers dan Kode Etik Jurnalistik antara lain :
1. Perusahaan media cetak, elektronik, atau siber harus berbadan hukum Perseroan Terbatas (PT).
2. Perusahaan pers yang berbadan hukum harus mengumumkan nama, alamat, dan penanggung jawab secara terbuka.
3. Wartawan bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk.
4. Wartawan tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul.
5. Wartawan segera mencabut, meralat, dan memperbaiki berita yang keliru dan tidak akurat disertai dengan permintaan maaf kepada pembaca, pendengar, atau pemirsa.
6. Wartawan melayani hak jawab dan hak koreksi secara proporsional.
Dewan Pers berwenang menilai pelanggaran Kode Etik Jurnalistik, sedangkan organisasi profesi wartawan dan perusahaan pers yang bersangkutan, berwenang memberikan sanksi. Sayangnya oknum wartawan berlagak bersih (independen) cenderung berperilaku tidak sopan, memaksa, atau mengancam untuk mendapatkan informasi dengan cara yang tidak etis.
Seorang wartawan harus memiliki 7 skill utama yang harus dikuasai oleh calon wartawan pemula untuk sukses berkarier kemampuan, yakni :
1. Menulis Secara Efektif.
2. Informatif dalam penyampaian berita.
3. Riset dan Observasi.
4. Kemampuan Komunikasi dan Public Speaking.
5. Berpikir Kritis dan Analitis.
6. Manajemen Waktu yang baik.
7. Menguasai Teknologi dan Media Digital.
Jika 7 skill utama tersebut tidak di miliki maka patut di pertanyakan Sumber Daya Manusianya (SDM). Penghayatan dan Kepatuhan terhadap Kode Etik Jurnalistik yang merupakan mahkota dari profesi sebagai wartawan adalah hal yang sangat penting di miliki oleh seorang wartawan, diawali dari perencanaan, pencarian informasi, mengolah, dan menyiarkan berita.
Wartawan harus terus menguji dirinya dengan poin-poin Kode Etik Jurnalistik. Sudahkah akurat ? Sudahkah berimbang ? Apakah menghakimi, atau melanggar kesusilaan ? Apakah mengandung SARA ? Bersifat stigma atas penyandang disabilitas atau minoritaskah ? Apakah eksploitatif terhadap anak ? Semua harus dipertanyakan pada diri masing-masing.
"Artikel Totok Brengos dan Eko Gagak Juli 2025"
dibaca
0 Komentar